JKorupsi terjadi dan tumbuh subur di Jawa Timur. Terhitung sejak 3 tahun terakhir, sejumlah Kepala Daerah di Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi antara lain: Walikota Blitar (Suap Proyek Infrastruktur Sekolah), Bupati Tulungagung (Suap Proyek Infrastruktur Jalan), Bupati Nganjuk (OTT Kasus Suap SKPD), Bupati Pamekasan dan Kejaksaan Negeri Pamekasan (OTT Suap Kejari), Bupati Jombang (Dana Kesehatan), Walikota Mojokerto (Pengalihan Sepihak Alokasi Anggaran 2017), Walikota Madiun (Korupsi Pasar Besar), dan Bupati Bangkalan. Bahkan secara khusus, Walikota Batu dan Walikota Malang beserta 19 anggota DPRD Kota Malang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Bahkan secara khusus, Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi pada 2017 sebanyak 68 kasus dan telah merugikan negara Rp. 90,2 Miliar. Sementara itu, berdasarkan pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK pada tahun 2017, terdapat 605 pengaduan masyarakat tertinggi kedua di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa korupsi ada dan nyata di sekitar kita.
Korupsi yang terjadi baik di nasional atau daerah ternyata dekat dengan kita. Sebagai contoh, korupsi yang terjadi di Kota Malang berkaitan dengan Pembangunan Jembatan Kedungkandang yang merupakan kebutuhan warga Kota Malang untuk mengurai kemacetan dan akses bagi masyarakat. Selain itu korupsi di Kota Batu berkaitan dengan suap Pengadaan Barang Meubelair di Kantor Among Tani. Di tempat lain, korupsi infrastruktur sekolah dan dana kesehatan di puskesmas masuk ke kantong pribadi. Padahal masalah pelayanan publik masih menjadi soal bagi masyarakat Indonesia. Tentu hal ini merupakan potret pemimpin harus amanah apabila diberikan kekuasaan dengan cara tidak korupsi uang rakyat.
Survei yang dilakukan oleh Malang Corruption Watch mengenai kebutuhan masyarakat di Kota Malang menunjukkan bahwa 22% responden menunjukkan bahwa Pelayanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan merupakan masalah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Daerah serta dilanjutkan dengan masalah Lapangan Pekerjaan dan Perekonomian oleh 16 % Responden. Secara khusus, berdasarkan pengaduan yang diterima oleh Malang Corruption Watch menunjukkan bahwa masalah pendidikan menjadi aduan terbanyak yakni persoalan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru dan Dugaan Pungutan di Sekolah Dasar dan Menengah. Selain itu masalah pelayanan dan akses kesehatan bagi warga miskin tidak banyak diketahui oleh warga, padahal masalah tersebut nyata di lapisan bawah. Tentu hal ini menjadi miris, sebab dengan adanya korupsi berarti uang rakyat yang seharusnya untuk masyarakat hanya dinikmati oleh segelintir penguasa.
Upaya Masyarakat untuk Lepas dari Korupsi
Korupsi harus dilawan, bukan hanya melalui cara – cara negara seperti hadirnya Komisi Pemberantasan Korupsi atau Aparat Penegak Hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan. Korupsi justru dapat dilawan dengan cara partisipasi masyarakat itu sendiri. Semakin banyak warga yang terlibat maka semakin cepat korupsi akan berakhir. Salah satunya melaporkan terkait dugaan korupsi di lingkungan sekitar atau berani untuk mengatakan tidak pada korupsi. Secara sederhana, tidak mungkin Komisi Pemberantasan Korupsi hadir mengusut Korupsi Jembatan Kedungkandang kalau bukan karena keluh kesah warga Kedungkandang karena kemacetan yang menimpa wilayah mereka. Hal ini menandakan hak warga atas pelayanan publik harus diperjuangkan seperti yang tertuang pada Surat Ar-Rad ayat 11:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d/13:11].
Kekuatan warga inilah yang menjadi dasar bahwa korupsi dapat dilawan. Peningkatan kapasitas warga terkait pemahaman korupsi wajib dilakukan. Persoalan korupsi adalah akar dari kemiskinan, buruknya pelayanan publik, dan infrastruktur yang tidak merata. Warga harus diberikan pengetahuan terkait hak dasar sebagai warga negara seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Karena pada padasarnya hak dasar ini melekat sebagai tanggung jawab pemerintah.
Partisipasi masyarakat menjadi penting dalam hal pemenuhan hak warga negara di Malang Raya. Merdeka dari Korupsi berarti berani untuk menyampaikan korupsi di lingkungan sekitar serta berpartisipasi dalam pengawalan kebijakan pemerintah. Berbagai saluran atau media untuk mengawal jalannya pemerintahan. Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah dapat diikuti oleh warga untuk menyampaikan masalah dan kebutuhan warga mulai dari level kelurahan/desa hingga kabupaten / kota. Reses – reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menyampaikan masukan kepada anggota Dewan sebagai wakil rakyat.
Bahkan secara langsung, warga dapat menyampaikan secara langsung masalah melalui media sosial ataupun kanal pengaduan seperti Sambatonline ataupun langsung bertemu dengan pemerintah melalui cara aksi – aksi ataupun cara kreatif memberi masukan. Bahkan secara khusus, di level Rukun Tetangga – Rukun Warga, masyarakat dapat menyampaikan secara langsung kepada wakilnya bahkan saat ini peran RT-RW menjadi penting sebab kebijakan pemerintah daerah banyak melibatkan RT-RW seperti penerbitan surat pernyataan miskin bagi akses kesehatan bahkan menjadi persyaratan penerimaan peserta didik baru (zonasi wilayah). Oleh karena itu, penting keterlibatan RT-RW dalam pengawalan kebijakan pemerintah.
Segala model partisipasi masyarakat inilah yang dapat digunakan untuk masyarakat sebab pada akhirnya masyarakat harus sebagai aktor dalam pengawalan kebijakan. Di momen hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 ini menjadi upaya kita untuk bebas dari korupsi. Gerakan anti korupsi tidak dapat hanya dilakukan melalui pendekatan hukum semata. Melainkan masyarakat sebagai aktor utama agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik, bersih, berkeadilan, dan semangat anti korupsi.
0 Response to "Peran serta dan partisipasi masyarakat sebagai pilar utama dalam pembangunan"
Posting Komentar